Saturday, September 19, 2020

Mantra Dan Kesaktian Patih Gajah Mada

ASAL-USUL GAJAH MADA

seorang Patih Amangkubhumi dari kerajaan Majapahit yang terkenal dengan Sumpah Palapa nya dalam usahanya mempersatukan seluruh wilayah Nusantara di bawah payung kerajaan Majapahit.

Ringkasan isi lontar tersebut adalah sebagai berikut :

1. Pada Lontar Babad Gajah Maddha dikatakan bahwa orang tua Gajah Mada berasal dari Wilwatikta yang disebut juga Majalangu.
Disebelah selatan “Lemah Surat” terletak “Giri Madri” yang dikatakan berada dekat dengan Wilwatikta dikatakan hampir setiap hari Patni Nariratih pulang pergi dari Wilwatikta, mengantar makanan suaminya di asramanya di Giri Madri yang terletak disebelah selatan Wilwatikta. Hal ini berarti Giri Madri terletak disebelah selatan Lemah Surat dan juga disebelah Selatan Wilwatikta. Jarak antara Giri Madri dengan Wilwatikta dikatakan dekat. Tetapi jarak antara Lemah Surat dengan Wilwatikta begitu pula arah dimana letak Lemah Surat dari Wilwatikta tidak disebutkan dalam Babad Gajah Mada tersebut.

2. Babad Gajah Maddha menyebutkan tentang kelahiran Gajah Mada, ada kalimat yang berbunyi “On Cri Caka warsa jiwa mrtta yogi swaha” kalimat ini adalah candrasangkala yang bermaksud kemungkinan sebagai berikut:

On Cri Cakawarsa = Selamatlah Tahun Saka

Jiwa = 1 (satu)

mrtta = 2 (Dua)

Yogi = 2 (Dua)

Swaha = 1 (satu)

jadi artinya : Selamat Tahun Saka 1221 atau tahun (1299 Masehi).

Seandainya hal tersebut benar, maka Mahapatih Gajah Mada dilahirkan pada tahun 1299 Masehi.


3. Mengenai nama Maddha disebutkan sebagai berikut:
Karena malu terhadap gurunya yakni : Mpu Ragarunting, begitu juga terhadap orang banyak, maka setelah kandungan Patni Nariratih membesar, lalu diajak ia oleh suaminya meninggalkan asrama pergi mengembara kedalam hutan dan gunung yang sunyi. Akhirnya pada suatu malam hari, waktu bayi hendak lahir,mereka berdua menuju kesebuah desa yang bernama Maddha terletak di dekat kaki gunung Semeru. Di desa itulah sang Bayi dilahirkan disebuah “Bale-Agung” yang ada di Kahyangan (pura/temple) desa tersebut. Bayi tersebut kemudian dipungut oleh seorang penguasa desa Maddha, kemudian dibawa ke Wilwatikta oleh seorang patih dan kemudian diberi nama Maddha. Jadi jika demikian halnya nama Maddha berasal dari nama desa Maddha yang terletak di kaki gunung Semeru. Hingga saat ini terdapat beberapa desa di kaki Gunung Semeru yang mengindikasikan desa Maddha tersebut, yaitu Tamansatriyan, Wirotaman dan Kepatihan.

Nama Gajah oleh Babad Gajah Maddha sama sekali tidak disebutkan.kemungkinan besar nama gajah adalah nama julukan atau bisa juga nama jabatan (Abhiseka) bagi sebutan untuk orang kuat. Dengan demikian Gajah Mada berarti orang kuat yang berasal dari desa Maddha.


4. Mengenai nama orang tua Gajah Mada, ayahnya bernama Curadharmawyasa dan ibunya bernama Nariratih. Setelah mereka berdua disucikan ( menjadi pendeta) oleh Mpu Ragarunting di Lemah Surat, nama mereka berubah menjadi Curadharmayogi dan Patni Nariratih, mereka berdua kemudian menjadi brahmana.

 

Gajah Mada meninggal pada tahun Saka 1286 (1364 M) sebagaimana yang dituliskan dalam kakawin Negarakertagama pupuh LXXI/1 yang berbunyi : " .... tahun rasa (1286) beliau mangkat, baginda gundah terharu, bahkan putus asa, Sang dibyacita Gajah Mada cinta kepada sesama tanpa pandang bulu, insaf bahwa hidup ini tidak baka, karenanya beramal tiap hari".
Selanjutnya, apabila lontar Babad Gajah Maddha tersebut di atas benar, maka Gajah Mada meninggal dalam usia 65 tahun.

Adapun didalam Babad Gajah Maddha kemudian menyebutkan bahwa Patni Nariratih bersenggama dengan Dewa Brahma yang berganti rupa seperti suaminya sehingga Gajah Mada seolah-olah dilahirkan atas hasil senggama antara Patni Nariratih dengan Dewa Brahma, akan diulas pada tulisan berikutnya.

Gajah Mada berhasil menemukan dua ilmu sakti yang didapat hasil dari bertapa.

Sejak usia 7-17 tahun, Gajah Mada sudah berada di air terjun ini. Bertapa bukan hal yang baru bagi Gajah Mada. Menurut penuturan juru kunci Madakaripura, Suhardi, Gajah Mada berhasil menguasai ilmu Saipi Angin dan Aji Mundri.

"Saipi Angin itu dimiliki oleh Gajah Mada untuk bertapa. Makanya dia bisa bertapa di bawah (di balik air terjun) atau di bagian atas yang ada ceruknya. Tidak menentu, tergantung suasana hatinya. Dia mau di bawah ya di bawah, mau di atas ya dia mampu. Karena menggunakan ilmu Saipi Angin itu," ujar Suhardi kepada tim merdeka.com.

Selain itu, Gajah Mada juga mampu menemukan ilmu sakti lainnya, yakni Aji Mundri. Itu adalah sebuah ilmu menghilang.

"Makanya, terkadang Gajah Mada itu gak kelihatan. Ya karena ilmu Aji Mundri itu, bisa mendatangkan kabut tebal sehingga orang lain tidak bisa melihat. Biasanya dia (Gajah Mada) juga menggunakan ilmu tersebut untuk bertapa agar lebih tenang dan tidak terganggu," imbuh Suhardi.

Ajian Gunthur Lathi demikian nama salah satu ilmu penakluk yang paling kesohor ini. Jika kerabat akarasa satu masa dengan saya, kurang lebihnya seperti ilmunya Brama Kumbara, Lampah Lumpuh. Orang yang menguasai Ajian Gunthur Lathi atau mulut petir ini, maka orang yang menguasai ilmu ini bila sedang marah atau menghadapi musuhnya secara otomatis nada suaranya akan berubah sangat keras laksana petir mengelegar….

Mantera atau ajimah memang sudah ada sejak dulu kala. Maka jangan heran jika nenek moyang dulu mampu merobohkan musuhnya cukup dengan sekali bentakan saja, tanpa perlu beradu fisik. Gajah Mada, misalnya.

Konon, salah satu ilmu kesaktian yang dimiliki oleh Gajah Mada salah satunya adalah Ajian Guntur Lathi. Karena menguasai Ajian Gunthur Lathi atau mulut petir ini, maka bila ia sedang marah atau menghadapi musuhnya secara otomatis suaranya akan berubah sangat keras laksana petir mengelegar. Manusia atau hewan seganas apapun akan roboh terpaku di bumi bila terkena bentakannya.

Menurut cerita versi lain, Ilmu Gunthur Lathi merupakan warisan dari raja besar Majapahit yakni Prabu Hayam Wuruk, sang raja arif dan bijaksana. Di bawah kekuasaannya Majapahit dapat menguasai atau menyatukan persada Nusantara di dibawah panji Majapahit.

Cerita tersebut menyebutkan bahwa memang sejak kecil Prabu Hayam Wuruk telah digembleng dengan ilmu kedigdayaan, hal disebabkan memang dirinya telah dipersiapkan untuk menjadi raja yang sakti mandraguna. Telah banyak ilmu yang dikuasainya dan satu diantaranya adalah Ilmu Guntur Lathi.

Berkat dukungan dan bimbingan Mahapatih Gajah Mada, ilmu langka dan unik ini dapat dikuasai dengan sempurna. Dikisahkan, saat melakukan perburuan binatang di sebuah hutan, rombongan pasukan raja disergap oleh sepuluh ekor singa yang keberadaannya muncul secara tiba-tiba dari balik bukit.

Dapat diduga dengan pasti para pengawal itu langsung membuat formasi pagar betis untuk melindungi raja muda, Hayam Wuruk. Tetapi pengawal-pengawal itu terkejut, karena mereka diperintahkan untuk menyingkir. Sementara itu, Prabu Hayam Wuruk keluar dari pagar betis yang dibuat oleh para pengawal sejatinya.

Tak dapat disangka, segerombolan singa yang jaraknya masih jauh kira-kira dua ratus meter itu kemudian meraung-raung roboh dan tidak dapat berdiri lagi. Mereka ingin berlari namun susah. Namun dengan bijaksana akhirnya singa-singa dilepas bebas ke habitatnya oleh Prabu Hayam Wuruk.

Konon pula kabarnya, ilmu ini diwariskan kepada putera-puteranya, namun tak banyak yang menguasai ilmu hebat ini dengan sempurna. Hingga kemudian kerajaan Majapahit runtuh dan para pangeran banyak yang melarikan diri ke pegunungan untuk mencari tempat yang aman.

Untuk menguasai Ilmu Guntur Lathi sangatlah berat, terutama bila tak ada niat yang besar dan kuat. Adapun manteranya, adalah:

Sun amatake ajiku si guntur lathi, Guntur lathi kuwang-kuwang, Midhaku raku, Guntur lathi pangucapku, Nyaut ora nyiduk, gajah meta kala manembah, Rep sirep sangking kersanung gusti .
Syarat dan tatalakunya, adalah:

Melakukan puasa ngelowong selama tiga hari, yakni dimulai hari Rabu Pon sampai Jum’at Kliwon.
Tiap sore sampai tengah malam pukul 00.00 tidak boleh tidur.
Tiap petang atau menjelang Maghrib membaca mantera di atas.

Bila merasa ragu jangan melakukan segala syarat dari ilmu ini dan lupakan untuk menguasainya, karena selama menjalankan atau melakukan syarat ini Anda mungkin akan mengalami banyak keganjilan. Demikianlah sekilas tentang sebuah teknologi di masa silam yang sangat dahsyat, bernama Ajian Gunthur Lathi.

Ajian Sabda Pamungkas Gajah Mada

Ajian Sabda Pamungkas Gajah Mada pada kesempatan kali ini di wedarkan untuk memahami makna yang terkandung di dalamnya. Ajian Sabda Pamungkas Gajah Mada mengandung makna yang perlu kita contoh dalam mewujudkan impian menjadi kenyataan dan ditegaskan dalam sebuah sumpah. Ajian Sabda Pamungkas Gajah Mada terwujud dalam menyatukan nusantara ini dan bagaimana sabda yang terucap oleh maha patih majapahit dimasa kejayaan dan keemasan kerajaan terbesar di tanah jawa tersebut. Mari kita kupas sebagai wacana dalam menambah kaweruh.
Dalam Serat Pararaton yang memuat naskah Sumpah Palapa sebenarnya tak secara eksplisit menyebutkan teks itu sebagai sebuah sumpah dan tak ada satu pun kata dalam sarat tersebut yang mencantumkan kata sumpah atau sabda pamungkas di dalamnya, tapi bila dilihat dari makna teks yang terkandung di dalamnya jika dihubungkan dengan Kamus Besar Bahasa Indonesia tentang arti sumpah (halaman 973) yang berbunyi sumpah adalah :
1. pernyataan yang diucapkan secara resmi dengan bersaksi kepada Tuhan atau kepada sesuatu yang dianggap suci (untuk menguatkan kebenaran dan kesungguhannya dsb.).
2. pernyataan disertai tekad melakukan sesuatu untuk menguatkan kebenarannya atau berani menderita sesuatu kalau pernyataan itu tidak benar.
3. janji atau ikrar yang teguh (akan menunaikan sesuatu), maka teks mengenai ucapan Gajah Mada yang terdapat dalam Serat Pararaton yang berbunyi :

Sira Gajah Madapatih Amangkubhumi tan ayun amuktia palapa, sira Gajah Mada: "Lamun huwus kalah nusantara isun amukti palapa, lamun kalah ring Gurun, ring Seran, Tañjung Pura, ring Haru, ring Pahang, Dompo, ring Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, samana isun amukti palapa".
Terjemahannya:
Dia Gajah Mada Patih Amangkubumi tidak ingin melepaskan puasa. Ia Gajah Mada, "Jika telah mengalahkan Nusantara, saya (baru akan) melepaskan puasa. Jika mengalahkan Gurun, Seram, Tanjung Pura, Haru, Pahang, Dompo, Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, demikianlah saya (baru akan) melepaskan puasa".
Dari isi naskah ini dapat diketahui bahwa pada masa diangkatnya Gajah Mada, sebagian wilayah Nusantara yang disebutkan pada sumpahnya belum dikuasai Majapahit.

Itu jelas sekali sebagai sebuah sumpah setidaknya jika parameter yang digunakan adalah buku Kamus Besar Bahasa Indonesia di atas. Maka jelaslah sekarang jika teks dalam Serat Pararaton itu bisa dikategorikan sebagai sebuah sumpah karena ketiga pengertian tersebut di atas, baik secara sendiri-sendiri maupun secara keseluruhan dapat dipakai dalam konteks pengertian Sumpah.
Sebuah ungkapan apalagi sebuah sumpah kalau dikaji benar-benar menawarkan bentuk, isi, nilai, ideologi, dan enerji. Dari sisi bentuk Sumpah Palapa adalah prosa. Sedangkan isinya mengandung pernyataan suci kepada Tuhan Yang Maha Esa yang diucapkan oleh Gajah Mada di hadapan ratu Majapahit Tribuwana Tunggadewi dengan disaksikan oleh para menteri dan pejabat-pejabat lainnya, yang substansinya Gajah Mada baru mau melepaskan (menghentikan) puasanya apabila telah terkuasai Nusantara. Sayangnya tidak diterangkan di dalam teks tersebut tentang jenis puasa dan berapa lama pelaksanaan puasanya itu (keterangan tentang terjemahan amukti palapa,lihat Budya Pradipta, 2003).

Dari sisi nilai Sumpah Palapa mengandung pelbagai nilai : nilai kesatuan dan persatuan wilayah Nusantara, nilai historis, nilai keberanian, nilai percaya diri, nilai rasa memiliki kerajaan Majapahit yang besar dan ber-wibawa, nilai geopolitik, nilai sosial budaya, nilai filsafat, dsb.

Dari sisi ideologi, Sumpah Palapa yang juga dikenal sebagai Sumpah Gajah Mada atau Sumpah Nusantara. Sumpah Palapa memiliki ideologi kebineka tunggal ikaan, artinya menuju pada ketunggalan keyakinan, ketunggalan ide, ketunggalan senasib dan sepenanggungan, dan ketunggalan iedeologi akan tetapi tetap diberi ruang gerak kemerdekaan budaya bagi wilayah-wilayah negeri se Nusantara dalam mengembangkan kebahagiaan dan kesejahteraannya masing-masing.

Dari sisi enerji Sumpah Palapa dianugerahi energi Ketuhanan Yang Maha Dasyat karena tanpa energi tersebut tak mungkin Gajah Mada berani mencanangkan sumpah tersebut. Sumpah Palapa akan menjadi sangat menarik lagi apabila dikaji dengan pendekatan komunikasi. Pertanyaan-pertanyaan seperti : Kepada siapa Sumpah Palapa diucapkan, dalam lingkungan apa (situasi, kondisi, iklim, dan suasana) Sumpah Palapa dicanangkan, dengan sasaran apa dan siapa Sumpah Palapa dideklarasikan, mengapa atau apa perlunya Gajah Mada mengumumkan Sumpah Palapa, dan manfaat apa yang mau dicapai adalah pertanyaan-pertanyaan yang perlu dijawab secara seksama. Betapapun Sumpah Gajah Mada itu kontekstual. Tidak semua pertanyaan-pertanyaan tersebut akan di jawab di sini, namun pertanyaan manfaat apa yang mau dicapai, kiranya perlu dijawab sekarang dengan lebih cermat.

Menurut pemahaman saya Gajah Mada mempunyai kesadaran penuh tentang kenegaraan dan batas-batas wilayah kerajaan Majapahit, mengingat Nusantara berada sebagai negara kepulauan yang diapit oleh dua samudra besar yaitu Samudra Hindia dan Samudra Pasifik, di samping diapit-apit oleh lautan Cina Selatan dan Lautan Indonesia (Segoro Kidul). Dari kesadaran yang tinggi terhadap keberadaan Nusantara, Gajah Mada meletakkan dasar-dasar negara yang kokoh, sebagaimana terungkap dalam perundang-undangan Majapahit (Slamet Mulyana, 1965 : 56 - 70; 1979 : 182 - 213).

Uraian singkat tersebut dimaksudkan untuk memberi gambaran bahwa kerajaan Majapahit khususnya ketika berada dalam penguasaan Gajah Mada telah berorientasi jauh ke depan, kalau istilah sekarang mempersiapkan diri sebagai negara yang modern, kuat, dan tangguh.

Dari beberapa pengertian diatas maka tak berlebihan kiranya jika sumpah / amukti palapa itu memiliki dimensi spiritual artinya tidak main-main. Oleh sebab itu tidak berlebihan, apabila dikatakan bahwa Sumpah Palapa itu sakral. Lalu pertanyaannya sekarang dimana keutuhan bumi nusantara ini yang konon berlambangkan garuda pancasila dan tertuliskan bhineka tunggal ika sebagai motto dan semboyan bangsa ini.

Kita sedikit kupas tentang Bhinneka Tunggal Ika adalah moto atau semboyan Indonesia. Frasa ini berasal dari bahasa Jawa Kuna dan seringkali diterjemahkan dengan kalimat “Berbeda-beda tetapi tetap satu”.

Diterjemahkan per patah kata, kata bhinneka berarti "beraneka ragam" atau berbeda-beda. Kata neka dalam bahasa Sanskerta berarti "macam" dan menjadi pembentuk kata "aneka" dalam Bahasa Indonesia. Kata tunggal berarti "satu". Kata ika berarti "itu". Secara harfiah Bhinneka Tunggal Ika diterjemahkan "Beraneka Satu Itu", yang bermakna meskipun berbeda-beda tetapi pada hakikatnya bangsa Indonesia tetap adalah satu kesatuan. Semboyan ini digunakan untuk menggambarkan persatuan dan kesatuan Bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terdiri atas beraneka ragam budaya, bahasa daerah, ras, suku bangsa, agama dan kepercayaan.

Kalimat ini merupakan kutipan dari sebuah kakawin Jawa Kuna yaitu kakawin Sutasoma, karangan Mpu Tantular semasa kerajaan Majapahit sekitar abad ke-14.

Kakawin ini istimewa karena mengajarkan toleransi antara umat Hindu Siwa dengan umat Buddha waktu itu dan kini diartikan kerukunan semua umat beragama dan aliran kepercayaan.

Kutipan ini berasal dari pupuh 139, bait 5. Bait ini secara lengkap seperti di bawah ini:
Rwāneka dhātu winuwus Buddha Wiswa,
Bhinnêki rakwa ring apan kena parwanosen,
Mangka ng Jinatwa kalawan Śiwatatwa tunggal,
Bhinnêka tunggal ika tan hana dharma mangrwa.

Terjemahan:
Konon Buddha dan Siwa merupakan dua zat yang berbeda.
Mereka memang berbeda, tetapi bagaimanakah bisa dikenali?
Sebab kebenaran Jina (Buddha) dan Siwa adalah tunggal
Terpecah belahlah itu, tetapi satu jugalah itu. Tidak ada kerancuan dalam kebenaran.

Terjemahan ini didasarkan, dengan adaptasi kecil, pada edisi teks kritis oleh Dr Soewito Santoso.

Kesimpulan Ajian Sabda Pamungkas Gajah Mada : mari kita kembali pada rasa nasionalisme berbangsa dan bernegara serta menjaga keutuhan NKRI dari acaman kehancuran yang dikarenakan pola pikir manusia di negeri ini yang terpengaruh sistem yang berlawan dengan paham ajaran leluhur kita yang mementikan keutuhan dan kerukunan tanpa membedakan ras,suku,bangsa dan agama. Ingat sejarah penyebaran islam yang dibawa oleh bangsa china yakni Wali Songo. Mereka tetap memadukan antara budaya dan agama sehingga suatu hal terjalin harmonis hingga kini. Sumpah Palapa adalah impian yang sudah terwujud dan sekarang giliran kita untuk menjaganya. Bahkan dalam mempelajari ilmu ghaib-pun harus terbuka tidak saklek dalam suatu aliran dengan itu akan membuka wawasan yang luas dan memahami tentang apa yang dipelajarinya. Tidak ada ilmu tingkat tinggi atau ilmu hitam atau putih semua tergantung bagaimana tingginya moral kita sendiri dalam mengamalkan keilmuan yang kita pelajari.

Ajian Jaya Brama Beserta Mantranya

Kekuatan mantera ini adalah untuk mendinginkan panasnya api. Hal ini dibuktikan oleh para empu ketika mereka tengah membuat berbagai tosan aji.


Babad tanah Jawa menyuratkan, khususnya Empu tertentu yang pernah berjaya pada zamannya, terkadang mereka membuat sebilah tosan aji hanya dengan tangan telanjang. Dengan kekuatan triwikrama, atau penggabungan kekuatan rasa, pikir dan raga --- mereka memindahkan panas matahari kepada bilah yang ada di tangannya. Usai itu, mereka langsung membentuk bilah itu hingga menjadi sebuah tosan aji. Hal ini tampak dengan jelas pada berbagai bentuk tosan aji yang dibuat oleh Empu Sombro. Di mana pada bilahnya selalu mempunyai ciri yang khas, pijatan jari.


Kesaktian para Empu ternyata tak dapat dibuat main-main. Dari sekian banyak Empu yang ada di nusantara, salah satunya adalah Empu Gandring. Empu yang satu ini begitu legendaris. Ia telah mengutuk Ken Arok dengan tujuh keturunannya mati akibat keris yang dipesannya sendiri. Konon keris yang satu ini mempunyai pamor yang dikenal dengan sebutan sangga mayit. Pamor yang begitu haus darah.


Olah batin yang demikian tinggi tampaknya begitu dikuasai oleh para Empu pada zamannya. Betapa tidak, panasnya besalen (tempat yuntuk membakar besi) dan banyaknya pukulan pada bilah yang membara di atas paron (alat untuk menempa besi) benar-benar diperhitungkan dengan amat teliti. Menurut para ilmuwan, untuk membakar sebuah besi dan sekaligus mencampurnya dengan pamor diperlukan suatu tingkat panas yang demikian tinggi --- agaknya, karena berkaitan dengan bidang kerjanya itulah maka para Empu memiliki suatu ilmu khusus yang mampu menjinakkan panasnya api.


Kesaktian atau daya luwih dari salah seorang Empu tampak dengan jelas ketika Raja Airlangga meminta Empu Baradah untuk membagi kerajaan Kediri menjadi dua bagian. Maksudnya tak lain, agar tidak terjadi perebutan di antara kedua puteranya. Dengan membawa sebuah kendi yang berisi air, ia terbang di atas kerajaan Kediri. Ajaib, kucuran air itu berubah menjadi anak sungai. Kerajaan Kediri pun terbelah menjadi dua, Daha dan Jenggala.


Untuk menjinakkan panasnya api, biasanya para Empu membentengi dirinya dengan ajian Jaya Brama. Ilmu ini tergolong ilmu sepuh (tua) yang sangat dirahasiakan. Seiring dengan perkembangan zaman, pada akhirnya ilmu yang satu ini banyak ditekuni oleh para pandai besi. Maksudnya tak lain, agar di dalam bekerja mereka mampu meredam panasnya sengatan api yang ke luar dari besalen.


Walaupun zaman sudah memasuki era Millenium, namun kehebatan ilmu ini tak pernah berubah sejauh kita mampu melakukan ritual sebagaimana yang dilakukan oleh para Empu pada masa lalu. Karena mantapnya suatu ilmu tergantung dari keyakinan kita di dalam mengamalkannya. Walau ilmu itu terkesan sepele, tetapi jika kita yakin di dalam mengamalkannya maka akan dapat membuat sesuatu yang mustahil bisa saja terjadi. Itulah ilmu gaib. Oleh karena itu, kehebatan aji Jaya Brama akan dapat sebagaimana yang kita harapkan jika kita mau mengamalkannya dengan keyakinan penuh.


Bagi pembaca yang penasaran ingin mengetahui ritual dalam mendalami ajian ini haruslah menjalani persyaratan sebagaimana yang tertera di bawah ini :


- Mandi keramas sebelum melakukan puasa mutih.
- Melakukan puasa mutih selama 7 hari 7 malam.
- Patigeni satu hari satu malam.
- Saat berbuka puasa, diwajibkan makan nasi goreng dengan
lauk-pauk serba digoreng.
- Selama melakukan puasa dan patigeni tiap malam mantera dibaca
133 kali.


Adapun mantera yang harus dihafalkan adalah sebagai berikut :


"Ingsun amatak ajiku Jaya Brama,
kadadeyanmu kawah abang,
kuthane tembaga,
bala pitung ewu,
padha reksanen aku,
teguh rahayu,
atutup nabi akancing Allah,
pandhito jaya wali sanga,
iku jenenging urip,
kang mengku jenenging liyan
tak obah kabeh,
Dayaqauwati andaiid asri muliin".


Demikian kajian tentang aji Jaya Brama yang banyak digunakan oleh para empu maupun para pandai besi di dalam membuat tosan aji dan senjata tajam lainnya.

Ajian Gelap Ngampar, Beserta Mantranya

Tak banyak tokoh yang hidup seperti dirinya. Ia tercatat sebagai sosok yang pernah hidup dalam tiga zaman. Bahkan pada zamannya, ia telah mengumandangkan sebuah Sumpah Suci dan berhasil mewujudkan persatuan dan kesatuan Nusantara. Itulah Mahapatih Gajah Mada, manusia yang dikatakan titisan dewa wisnu itu yang mendampingi Raja Hayam Wuruk dan berhasil membawa bendera gula kelapa melanglang jagad.


Menurut penilaian beberapa tokoh sepuh, salah satu aji kesaktian yang dimiliki nyaris sempurna oleh Gajah Mada adalah Aji Gelap Ngampar. Secara harfiah, kata "gelap" dalam bahasa Jawa memiliki arti petir, halilintar, guruh atau kilat. Sedangkan "ngampar" berarti menyambar. Dengan begitu, maka kata "gelap ngampar" memiliki arti petir yang menyambar.


Di kalangan para sepuh yang gemar menggeluti ilmu kadigdayaan atau kanuragan, Aji Gelap Ngampar tergolong sebagai salah satu ilmu tingkat tinggi yang sedikit orang tahu. Tidak boleh untuk main-main. konon, jika ilmu disalurkan lewat suara, maka yang mendengar bentakannya akan langsung tuli. Dan bila ajian ini dibaca di tengah-tengah riuhnya peperangan, siapapun yang mendengar teriakan dari pemilik ajian ini akan langsung bersimpuh menyerah atau melarikan diri. Sedang bila ajian ini disalurkan lewat telapak tangan, maka tubuh yang terkena pukulannya akan centang perenang bak tersambar petir. Memang, sungguh tak terbayangkan kedahsyatan dari ajian ini.


Seolah sudah menjadi suratan alam, pada zamannya, ajian ini hanya dimiliki oleh para Senopati. Konon, Raden Ronggo, putra Panembahan Senopati yang merupakan pendiri dan sekaligus Raja Pertama kerajaan Mataram, adalah salah satu pewaris dari ilmu kadigdayaan yang legendaris ini.
Dan agar para pembaca sekalian tak penasaran, pada Kadigdayaan kali ini saya sengaja menyajikan 2 (dua) macam ajian Gelap Ngampar. Yang pertama diciptakan oleh salah seorang Resi pada masa kejayaan agama Hindu, sedang yang kedua konon hasil ciptaan Khanjeng Sunan Kalijaga.


Yang pertama;


Hong, ingsun amatek ajiku si gelap ngampar,
Gebyar-gebyar ana ing dadaku,
Ula lanang guluku,
Macan galak ana raiku,
Surya kembar ana netraku,
Durgadeglak ana pupuku,
Gelap ngampar ana pengucapku,
Gelap sewu suwaraku,
Ah Ö aku si gelap sewu.


Lakunya:


Puasa sunnah 40 hari 40malam dengan buka tiap pukul 00.00. Kemudian dilanjutkan dengan puasa nglowong selama 7 hari 7 malam yang dimulai pada hari Sabtu Kliwon.


Yang kedua:


Bismillaahirrohmaanirrohiim,
Gelap ngampar kuwang-kuwang,
Midaku raku,
Gelap ngampar pengucapku,
Nyaut ora nyunduk,
Gajah meta
Kala anembah
Rep sirep saking kersaning Allah.


Lakunya:


Puasa sunnah selama 40 hari dan dilanjutkan dengan patigeni selama sehari semalam. Dan puasa dimulai pada hari kelahiran Anda masing-masing.

 Nb:  Bacaan ini diniatkan untuk kebaikan bukan untuk kekahatan. Berserah diri dan mentirakatkatan untuk mendekatkan diri kepada Allah dan meningkatkan perintahnya serta menjauhi larangan-Nya,  supaya diampuni dosa - dosa saya, dosa - dosa kedua orang tua saya, dosa - dosa orang tua leluhur saya, dosa - dosa anak keturunan nabi Muhammad Shollallahi Alahi Wassalam, dicatatsebagai amal sholeh yang pahalanya diberikan untuk Nabi Muhammad, untuk para Nabi-Mu, para Malaikat-Mu, para Wali-Mu, untuk syech Abdul Kodir Jaelani dari Bagdadi untuk orang tua leluhur saya untuk ahli kubur muslimin wal muslimat dan untuk syech Syarief Hidayatullah Gunung Jati dan Syech Ahmad Rifa'i. 

Jangan Sesekali Mengamalkan Keilmuan Sebelum Meminta Izin Kepada Yg Punya Keilmuan/Mujiz, Karena Resikonya Tinggi/Berbahaya (Diluar Tanggung Jawab Kami).

No comments:

Post a Comment