Tauhid itu mengesakan segala sesuatu kepada Allah Swt. Maka dalam tauhid, wajib kita paham dahulu tentang Zat-Sifat-Asma-Af'al Allah. Karena ilmu tauhid itu terdiri atas Tauhidul Zat, Tauhidul Sifat, Tauhidul Asma, dan Tauhidul Af'al.
Apabila paham hal ini, akan berhasillah musyahadah kamu. Kalau berhasil jalan musyahadah kamu, akan ketemulah kamu pada dirimu sendiri kasyaf qalbi dan kasyaf syir.
Ilmu kasyaf diisyaratkan dalam Quran Surah Al-Kahfi ayat 65-82, yaitu tentang pertemuan Nabi Khidr عليه السلام dan Nabi Musa عليه السلام. Di pengajian Tauhid Hakiki Pusaka Madinah, ilmu kasyaf ini diberi sebutan sesuai dengan pemberi ijazahnya, yaitu ilmu firasatan Nabi Khidr. Memang di luar sana banyak yang mengaku-aku berguru dari Nabi Khidr, tetapi yang benar bertemu bisa membedakan dan bisa mendeteksi pengakuan palsu itu.
Kasyaf dalam pengertian tauhid hakiki ialah terbukanya hijab/pembatas antara seorang hamba dengan Tuhannya sehingga ia dipandangkan Allâhﷻ perihal hakikat kenyataan di sekelilingnya.
Selain dipandangkan, bahkan si ahlul kasyaf ini pun digerakan-Nya. Perhatikan sandaran dalil berikut:
“Siapa yang memusuhi wali-Ku, maka Aku umumkan perang kepadanya, dan hamba-Ku tidak bisa mendekatkan diri kepada-Ku dengan sesuatu yang lebih Aku cintai daripada yang telah Aku wajibkan, jika hamba-Ku terus menerus mendekatkan diri kepada-Ku dengan amalan kebaikan, maka Aku mencintai dia, jika Aku sudah mencintainya, maka Akulah pendengarannya yang ia jadikan untuk mendengar, dan pandangannya yang ia jadikan untuk memandang, dan tangannya yang ia jadikan untuk memukul, dan kakinya yang dijadikannya untuk berjalan, jikalau ia meminta-Ku, pasti Kuberi, dan jika meminta perlindungan kepada-Ku, pasti Ku-lindungi. Dan Aku tidak ragu untuk melakukan sesuatu yang Aku menjadi pelakunya sendiri sebagaimana keragu-raguan-Ku untuk mencabut nyawa seorang mukmin yang ia (khawatir) terhadap kematian itu, dan Aku sendiri khawatir ia merasakan kepedihan sakitnya.” (H.R. Bukhari 6021)
Masih sulit memahaminya?
Baiklah. Cermati i`tibar (analogi) berikut ini:
Ahlul kasyaf ialah orang² yang hatinya bersih sebening air paling bening karena ia selalu menjaga agar hatinya tidak bersangka-sangka terhadap apapun; kepada siapa pun.
Surah Al-Hujurāt [49]:12
يَـٰٓأَيُّہَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱجۡتَنِبُواْ كَثِيرً۬ا مِّنَ ٱلظَّنِّ إِنَّ بَعۡضَ ٱلظَّنِّ إِثۡمٌ۬ۖ
Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa.
Qalbun mu’min baitullah, ‘hati orang mukmin itu istana Allāhﷻ’
(H.R. Abu Dawud).
Nah, kalau hati kita tidak bersangka-sangka, maka ia laksana air bening yang tembus-menembus. Perhatikan gambar: saking beningnya air dalam gelas, ia tidak menghalangi langit biru, tipisnya awan, bersitan cahaya matahari, bahkan dahan pohon kelapa di belakangnya. Itulah yang disebut pandangan tembus-menembus.
Pandangan Tembus-menembus
Seperti itulah para `arif billāḥ menjadi cermin yang memantulkan keaslian orang² di sekitarnya. Bukan karena `arif billāḥ tersebut mencari² tahu pakai nafsu (seperti cara para dukun ahli terawang dan ahli ngimpleng yang dibodohi informasi palsu dari jin itu), melainkan ia diberitahu Allâhﷻ langsung melalui sirr hatinya.
Diberitahu oleh Allâhﷻ secara langsung? Memang bisa?
Sangat bisa. Tentu saja bisa. Karena ada 4 jenis bisikan dalam hati.
Diberitahu oleh Allâhﷻ secara langsung itu seperti apa hal-keadaannya? Perhatikan gambar berikut sebagai i`tibar (analogi) untuk memudahkan paham.
"Diam adalah ibadah tingkat tinggi." (H.R. Ad-Dailami)
Air tergenang yang diam ketika tertetesi seperti pada gambar, niscaya si air tersebut akan menerima gelombang ke sekujur jasad airnya. Betul 'kan?!
Nah, kalau hati kamu tidak bersangka-sangka, artinya hati kamu diam seperti air tergenang yang diam tadi. Ketika Allâhﷻ memberi petunjuk-Nya, niscaya sekujur jiwa-ragamu akan menerima informasi Ilahiyah tersebut. Logis? Sangat logis! Adīnul aqli.
Bagaimana cara mempraktikannya dalam keseharian?
Pasang rukun qalbi salat di dalam dan di luar salat. Karena yang disebut `ulil albāb itu orang² yang mengingat Allâhﷻ dalam setiap keadaan (Q.S. Al-`Imrān [3]: 190-191).
اِنَّ فِيْ خَلْقِ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِ وَاخْتِلَافِ الَّيْلِ وَالنَّهَارِ لَاٰيٰتٍ لِّاُولِى الْاَلْبَابِ ۚ ۖ
Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan pergantian malam dan siang terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang berakal,
الَّذِيْنَ يَذْكُرُوْنَ اللّٰهَ قِيَامًا وَّقُعُوْدًا وَّعَلٰى جُنُوْبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُوْنَ فِيْ خَلْقِ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِ ۚ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هٰذَا بَاطِلًا ۚ سُبْحٰنَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
(yaitu) orang-orang yang mengingat Allāh sambil berdiri, duduk, atau dalam keadaan berbaring, dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata), "Ya Tuhan kami, tidaklah Engkau menciptakan semua ini sia-sia; Mahasuci Engkau, lindungilah kami dari azab neraka. [Q.S. Al-Imran:190-191]
Rukun qalbi salat itu seperti apa?
Pembuktian Nyata (Mu`anayah) Ilmu Kasyaf di Keseharian
Kalau hatimu senantiasa berkekalan pada Allâhﷻ dengan mengamalkan rukun qalbi salat di keseharian, niscaya kamu laksana cermin yang memantulkan keaslian orang² di sekitarmu. Allâhﷻ akan tunjukkan padamu siapa di antara kawan-kawanmu yang benar-benar ikhlas dan mana yang munafik paling culas; mana yang benar-benar amanah dan mana yang pengkhianat paling samar.
Allâhﷻ menunjukkannya padamu melalui diri-diri mereka sendiri. Orang² yang gerak-geriknya atas dorongan nafsu akan senantiasa gelisah dan tidak nyaman berada di dekatmu dan cepat atau lambat mereka tidak akan tahan menyembunyikan keaslian dirinya sendiri terhadapmu.
Bisa melalui kebohongan dan fitnah yang terbongkar. Bisa juga melalui tindakan² bodohnya yang hina-memalukan terhadapmu. Bisa juga melalui dalih-dalih dalam lisan santun dan gerak-gerik sopan pada bahasa tubuhnya yang palsu. Akhlaqul karimah kelas kosmetik belaka.
Bagaimana jika sesama ahlul kasyaf berjumpa?
Di situlah nikmat ukhuwwah islamiyyah dengan akhlaqul karimah yang asli terjadi dan dirayakan.
Dalam situasi apa pun, seorang `arif billāḥ tidak menderita kerugian sama sekali sebab dirinya sudah tertempa dengan mental alḥamdulillāh `alā kulli hāl alias nothing to lose. Semakin bersyukurlah ia kepada Allâhﷻ dihindarkan dari pergaulan dengan manusia-manusia di bawah standar seperti tadi, yaitu manusia-manusia yang penuh kepalsuan, durhaka, pengkhianat, pendendam, dan pendengki; sebagaimana diisyaratkan sebaliknya dari hadis berikut ini:
“Ya Rasulullâh! Siapakah orang yang terbaik itu? Maka beliau menjawab: yaitu orang mukmin yang bersih hatinya. Maka ditanyakan lagi: apakah artinya orang yang bersih hatinya itu wahai Rasulullâh? Beliau lalu menjawab: ialah orang yang takwa, bersih tidak ada kepalsuan padanya, tidak ada kedurhakaan, pengkhianatan, dendam dan kedengkian.” (H.R. Ibnu Majah)
Ketika semua itu terbongkar sendiri, di situlah si ahlul kasyaf sangat layak dan berhak merendahkan manusia-manusia receh itu sesuai dengan keperluan situasinya. Kalau Allâhﷻ sudah berkehendak menghinakan seseorang, siapa yang sanggup menahan-Nya?
-Arifbillah-
No comments:
Post a Comment