Saturday, September 19, 2020

MEMELIHARA SADAR DAN TENANG

Wahai jiwa yang tenang! Kembalilah kepada Rabb-mu dengan hati yang puas lagi di-ridhai-Nya! Kemudian masuklah ke dalam (jamaah) hamba-hamba-Ku, Dan masuklah ke dalam surga-Ku! [Al-Fajr/89:27-30]

Berbeda dengan tenangnya perasaan, ada satu keadaan batin yang bisa dilakukan setiap saat, yaitu sadar, aware, eling, atau sebutan lainnya. Sebab sumber dari batin yang sadar bukan perasaan, tapi kesadaran. Kesadaran bukan energi, jadi dia tidak bolak-balik, dia diam dalam keadaan positif tak berhingga, dalam keadaan bahagia tak berhingga.

Sedikit catatan, saya lebih senang menyebut kesadaran ini dengan jiwa atau soul, tentu jiwa di sini, jiwa yang memenuhi ciri sebagai kesadaran, bukan seperti orang sakit jiwa, itu mah sakit mental atau komponen syarafnya terganggu. Di sisi bahasan kesadaran, jiwanya tidak terganggu, hanya syarafnya saja yang terganggu. Seperti lampu di rumah kita mati, jangan sebut PLN sedang memadamkan aliran listrik, tapi lampu di rumah kita memang rusak.

Kembali ke selalu sadar. Kita bisa selalu sadar, setiap saat, apa pun kondisi kita. Kejadian apa pun yang terjadi pada kita, bisa kita sadari, kita sedang takut, marah, depresi, galau berat, senang, bahagia, gembira, dimabuk cinta, tenang, semua bisa kita sadari. Sadar bisa dilakukan setiap saat.

Bahkan ketika mimpi dan tidur pun kita bisa sadar. Kalau pun ternyata kita tidak bisa, bukan karena hal itu tidak bisa dilakukan, tapi karena kita tidak mampu melakukannya. Ketika mimpi kita bisa sadar, sadar kalau kita sedang mimpi, jadi kita bisa ngatur mimpi kita, misalnya, ketika mimpi kita sadar, "wuah, saya sedang mimpi nih", karena kita tahu kita sedang mimpi, kita bisa atur mimpi kita, sekehendak kita, dari mulai ingin terbang sampai ingin jalan-jalan ke mana pun. Tentu saja, mimpi kita, kadang bisa disadari kadang tidak, saya membahas ini pun bukan berarti saya pandai, hanya kita perlu pahami bahwa, dalam keadaan apapun kita bisa sadar, kalau mampu.

Kalau perasaan tenang, tidak ada seorang pun yang bisa selalu tenang, setiap saat tanpa ada naik turun, tidak ada. Walau pun itu orang tercerahkan sempurna sekalipun, tetep ada sedikit lupa, sedikit marah, sedikit sedih. Walau sedikit-sedikit, tapi tetap ada.

Kalau sadar, bisa selalu sadar, kalau tidak bisa, bukan karena kesadaran tidak bisa disadari dalam keadaan tertentu, bukan sebab kesadarannya, tapi sebab batin kitanya yang belum mampu menyadari kesadaran di keadaan tertentu.

Selalu tenang itu tidak mungkin, tenang perasaan itu kondisi perasaan, sedangkan perasaan itu energi, timbulnya energi itu akibat dari getaran atau vibrasi. Yang namanya getaran pasti bolak-balik, kalau diam di suatu kondisi ya bukan bergetar namanya, tapi diam. Karena perasaan tenang adalah energi maka pasti kadang tenang kadang tidak. Bolak-balik.

Yang bisa dilakukan hanyalan memperpendek ayunan gelombang dan memperlambat getaran. Tetap masih ada bolak-balik rasa, tapi tidak terlalu tajam, tidak terlalu ekstrim. Tetap marah, tapi kecil, sehingga mudah hilang, tetap takut, tapi kecil, sehingga mudah kembali tenang. Jadi, sifat dominannya tetap tenang.

Ini seperti samudera, sifat alaminya tenang, tapi kalau ada angin ya tetap beriak, makin besar anginnya, makin besar juga gelombangnya, tapi begitu anginnya reda ya reda juga gelombangnya, tidak terus berlanjut, apalagi sampai mengendap bertahun-tahun.

Kebanyakan dari batin kita, malah seperti hutan gambut, tahu lahan gambut ya? Hutan gambut itu, walau pun dipermukaan kebakarannya sudah berhenti, di kedalaman, apinya masih membara.

Kita kebanyakan begitu, peristiwanya sudah lewat, tapi batin kita masih membara, masih menyisakan tumpukan emosi negatif yang entah kapan hilangnya. Terus membara. Kadang diwariskan sampai ke anak cucu, hehehe.

 Mengapa lahan gambut sulit padam? karena api masih liar didalam. Kenapa api masih liar? Sebab terdapat banyak sisa tumbuhan kering yang mengendap dan jadi bahan bakar. Jadi makanan untuk api.

Mengapa emosi kita sulit padam? Karena pikiran kita masih liar. Kenapa pikiran kita liar? Karena makanan pikiran berupa persetujuan, kita terus berikan.

Harusnya kita dendam, kita bilang iya benar, harusnya kita sakit hati dalam waktu lama kalau begini, kita bilang iya betul, harusnya kita kwahatir terus nih, kita bilang iya betul, ya jadilah kita berkubang dalam penderitaan.

Makanya banyak yang mengatakan, kita tidak akan pernah sakit hati, sebelum kita sendiri yang mengizinkan diri kita untuk sakit hati.

Ketika ada orang mengusik perasaan kita, sebaiknya kita sadar, nanti dulu, jangan dulu sakit hati, santai dulu, nanti kalau kita sudah tenang, baru kita pertimbangkan, apakah kita layak untuk sakit hati. Kalau sudah tenang malah kita dapat hikmah, bukan dapat sakit hati.

Oleh karena itu kita dianjurkan supaya menjaga pikiran agar jangan terlalu banyak bergerak, dengan cara, diantaranya menyadari nafas, dzikir, mindfullness, menyadari setiap aktivitas, melibatkan kesadaran dalam tiap aktivitas batin maupun fisik dan lain-lain. Tujuannya supaya pikiran kita diam, kalau pikiran diam kita akan tenang, kalau kita tenang maka pintu keheningan akan terbuka, kalau pintu keheningan terbuka, kita akan mudah mengenali "ruang kesadaran" yang penuh suka cita tanpa ada derita.

Kita bisa selalu sadar apapun kondisi kita, asal kita belajar terus karena 70% praktek 30% ilmu. Barakallah...

No comments:

Post a Comment