Saturday, September 19, 2020

TIAP INGIN ADALAH NAFSU

"Semua manusia binasa, kecuali orang berilmu,

orang berilmu pun binasa, jika tidak mengamalkan ilmunya,

orang yang mengamalkan ilmu pun binasa, jika tidak disertai ikhlas,

orang ikhlas pun binasa, jika masih merasa ke-aku-an diri

: masih ada maksiat batin.

Setiap keinginan adalah nafsu.

Kata nafsu dalam bahasa Indonesia diserap dari kata bahasa Arab an-nafs yang bermakna "diri" atau "jiwa". Dalam perkembangan pragmatiknya, kata nafsu terkait erat dengan konsep ego atau "ke-aku-an".

Yang dikatakan nafsu itu adalah keinginan.

Menginginkan surga itu nafsu. Maukah kamu salat ber-imam pada orang yang beribadah dengan nafsu?

Kita dipersilakan menjadi imam salat berjamaah lalu merasa dalam hati bahwa diri ini memang layak mengimami jemaah, merasa ada diri itu najis batin. Maukah kamu ber-imam pada orang yang batinnya bernajis?

Dalam ibadah ada rukun fi'li [gerakan], qauli [bacaan], dan qalbi [pandangan hati]. Tentulah berlaku juga rasa fi'li, rasa qauli, dan rasa qalbi.

Ada orang membacakan ayat terlalu dialun-alun, dimerdu-merdu saja sudah dapat dirasa dengan rasa qalbi bahwa orang ini riya. Melihat gerak-gerik fi'linya juga sudah dapat dirasa dengan rasa qalbi bahwa orang tersebut ada ujubnya.

Itu sebabnya ada anjuran Nabi Muhammad Rasulullah Saw. agar imam salat berjamaah agar tidak membawakan surah yang panjang-panjang. Itu sebabnya ada juga orang-orang tasawuf yang maqam sirr-nya sudah tinggi bila salat bermakmum pada imam yang berkualitas riya, mereka akan membatalkan salatnya dan mengulangi salatnya secara munfarid*).

ekarang saja langsung terasa... begitu terbaca bagian *) ini oleh "mereka", serta-merta mereka sibuk membuka-buka file kumpulan hadis yang biasa dicopas. Jangan kaget kalau yang "mereka" cari itu hadis di bawah ini untuk dibuat status sindiran:

"Sungguh aku punya keinginan untuk memerintahkan shalat dan didirikan, lalu aku memerintahkan satu orang untuk jadi imam. Kemudian pergi bersamaku dengan beberapa orang membawa seikat kayu bakar menuju ke suatu kaum yang tidak ikut menghadiri shalat dan aku bakar rumah-rumah mereka dengan api." (HR Bukhari dan Muslim)

Tanggapan:

Apakah sama berimamkan Rasulullah Saw. dan atau berimamkan empat sahabat utama, atau berimamkan para tabi'in, tabiut tabi'in yang dikenal luas sebagai kaum salafus saleh dengan berimamkan ulama-ulama mujassimah yang mempersonifikasi Allah sebagai berwajah, bertangan dan bersemayam di Arsy, yang mengaku-aku sebagai kaum salaf padahal pengikut setia si Wahab?

Apakah sama berimamkan Rasulullah Saw. dan atau berimamkan empat sahabat utama, atau berimamkan para tabi'in, tabiut tabi'in yang dikenal luas sebagai kaum salafus saleh dengan berimamkan ulama-ulama kebatinan yang memelihara sekelompok jin agar dipandang orang sebagai memiliki karamah?

"Adakah sama orang buta dan yang dapat melihat, atau samakah gelap gulita dan terang benderang; apakah mereka menjadikan beberapa sekutu bagi Allah yang dapat menciptakan seperti ciptaan-Nya sehingga kedua ciptaan itu serupa menurut pandangan mereka?" [Q.S. ar-Ra'd:16]

Sebagaimana melakukan penyembahan itu wajib dengan disertai pengenalan pada Allah; demikian juga sebaiknya kita mengenal dengan baik orang-orang di lingkungan kita yang biasa menjadi imam shalat berjamaah di masjid. Tulisan ini tidak menetapkan bahwa setiap imam masjid itu memendam najis batin di dalam dirinya juga tidak menyeru umat agar jangan salat berjamaah di masjid 'kan?!

Tidak semua orang tertipu dengan penampilan zahir saja. Ada dapat yang memandang dengan zahir sekaligus dengan rasa. Dari sinilah dapat diketahui adanya riya pada seseorang yang diamati. Mustahil rasa dari Rahasia [sirr] itu bohong.

Perkataan sebagian awliya Allah,

من لم يذوق لم يعرف

"man lam yadzuuk lam ya'rif"

Siapa tidak pernah merasa, tidak akan pernah tahu.

Akan tetapi, sedikit orang yang mau mengetahui tentang rasa. Bukankah sirr itu rasa. Rasa itu Rahasia. Ketahuilah masalah rasa ini. Rasa ini ada di hati.

“Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada jasad-jasad kalian dan tidak juga kepada rupa-rupa kalian akan tetapi Allah melihat kepada hati-hati kalian.” (H.R. Muslim).

Mengapa Allah memandang hati?

Karena hatilah yang berhubungan langsung ke alam raib ["alam" Tuhan], bukan alam gaib. Kita tidak tahiu "alam" Tuhan ini, tetapi hati merasakan.

Sebab,

siapa yang kenal dengan Allah? Ruh.

siapa yang pernah mendengar Kalam Allah? Ruh.

siapa yang pernah menyaksikan Allah? Ruh.

Dan [ingatlah], ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka [seraya berfirman]: "Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab: "Betul [Engkau Tuhan kami], kami menjadi saksi". [Kami lakukan yang demikian itu] agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami [bani Adam] adalah orang-orang yang lengah tentang [keesaan]ini (Q.S. al-A'raaf:172)

Jadi, sudah ada sama`, bashar, kalam, [dan seluruh sifat 20] itu pada ruh sejak di alam arwah.

Orang tauhid menerima bicara orang syariat bahwa mereka beramal dengan lillahi ta'ala; tetapi mengapa orang syariat tidak mau menerima bicara orang tauhid tentang ibadah billahi ta'ala? Bukankah laa hawla wa laa quwwata illa billah?

Cobalah sekali-sekali santapan makrifat ini.

"...agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami [bani Adam] adalah orang-orang yang lengah tentang ini."

-Arifbillah-

No comments:

Post a Comment