Sebagian besar dari kita menganggap bahagia itu ada syaratnya dan ada di luar diri kita. Saya akan bahagia jika keinginan saya terpenuhi, saya akan bahagia asal trauma saya hilang, saya akan bahagia kalau ini dan itu. Padahal sebenarnya, aslinya diri kita sudah bahagia, kita hanya tidak mengenali kemurnian diri kita saja, yang membuat kita tak bahagia.
Makanya Pak Gede Prama sering mengatakan I am Home. Aku kembali berada di rumah kemurnian diriku. Yang berisi bahagia yang tak berbatas dan tak bersyarat.
Tapi saya perlu bukti baru percaya? OK, Pertama lihat tabel energi perasaan kepunyaan Mbah David R Hawkins, makin atas artinya diri kita makin murni, tidak tertutupi kabut pikiran, dan makin atas makin bahagia, sampai tak terlukiskan bahagianya, dan itu ada di dalam diri kita, tak perlu dicari, cukup kenali saja.
Kedua, Orang yang memakai obat terlarang, bukankah hanya memicu syaraf-syaraf dan hormon kebahagiaan agar keluar dari dalam diri kita, walau pun dengan cara paksa.
Ketiga, orang yang dihipnosis, banyak yang mengatakan, kalau kita dihipnosis dengan level sangat dalam, mereka mengatakan sensasinya sangat bahagia, bahkan ada yang tak mau ke luar dari kondisi itu.
Keempat, orang yang mengheningkan diri dan menyatu dengan kesadaran, itu sensasinya tak terlukiskan, walau pun tidak banyak yang bisa melakukannya.
Dari keempat fakta di atas, bukankah itu beberapa bukti bahwa bahagia itu sudah ada dalam diri kita, tinggal dikenali saja. Bagaimana cara mengenalinya? Salah satu caranya adalah dengan sadar di setiap gerak kita, kita bergerak bukan karena program yang teristal dalam pikiran bawah sadar kita, tapi dengan sadar, jadi tak ada penyesalan.
Bahasa islamnya untuk mengenali kebahagiaan ini adalah dzikir, dzikirlah kamu dikala berdiri, duduk dan berbaring, artinya setiap saat. Bukan dzikir dengan ucapan saja, bukan dengan pikiran saja, bukan dengan rasa saja, tapi dengan kesadaran.
Lalu, kalau bahagia ada di dalam diri, lalu buat apa kita kerja dan cari uang? Kita mesti pisahkan antara batin yaitu pikiran dan perasaan dan tubuh. Batin kita tak butuh banyak makan, pakaian dan lain-lain, tapi badan kita masih perlu makan, pakaian dan lain-lain.
Kita makan atau tidak makan tidak berpengaruh pada kebahagiaan, walau pun memang jadi berat mengenali kebahagiaan di tengah himpitan kemiskinan, banyak pertapa yang jarang makan tapi tetap senyum-senyum, pertapa spiritual ya, bukan pertapa cari materi dunia, tapi ya buat sebagian orang, termasuk saya, kurang seru aja kalau kita tidak makan, tidak punya pakaian, tidak punya rumah, dan lain-lain, kurang seru aja. Jadi, kerja, cari uang itu silahkan saja, buat seru-seruan.
Sadar yang saya maksud disini kurang lebih artinya mengetahui ke arah mana perhatian kita menuju. Kalau kita menyadari nafas, artinya kita tahu bahwa perhatian kita sedang mengarah ke nafas. Kalau kita sedang menyadari sensasi rasa yang muncul, artinya kita tahu bahwa perhatian kita sedang mengarah ke sensasi-sensasi yang muncul di perasaan kita.
Biar tambah searah pemahaman kita tentang sadar, kita perhatikan contoh berikut ini. Kita sadar mata kita sedang melihat tulisan ini, artinya kita tahu bahwa perhatian kita sedang mengarah pada mata dan tulisan ini sekaligus. Kita menyadari diri kita yang sedang duduk, artinya kita mengetahui bahwa perhatian kita sedang mengarah pada pantat kita yang menempel pada alas duduk. Kita menyadari ketakutan kita, artinya kita mengetahui bahwa perhatian kita sedang mengarah pada sensasi takut itu.
Sadar ini tidak diusahakan, karena secara alami kita akan sadar sendiri. Seperti matahari yang secara alami memang bersinar. Kita tidak sadar itu, selain sedang tidur atau pingsan, adalah kita terbawa pikiran atau perasaan.
Kita disebut tidak sadar kalau kita melamun atau larut dalam pikiran, atau larut dalam perasaan. Ketika kita tahu bahwa kita sedang larut dalam perasaan, maka ketika itu kita disebut sadar.
Untuk apa kita belajar sadar? Kalau kita sadar biasa pikiran kita behenti. Walau pun tidak berhenti, tapi kita tahu bahwa pikiran kita sedang berjalan. Kita tahu bahwa perhatian kita sedang mengarah ke pikiran kita. Pikirannya sendiri mau loncat mau tidak ya suka-suka dia. Dan kegiatan menyadari ini tidak pakai usaha, jadi tidak mungkin membuat kita lelah atau tidak enak badan, kalau itu terjadi, berarti ada yang salah.
Kita lihat bahagia. Ketika kita sedang menyadari nafas misalnya, kita tahu bahwa ada perhatian yang mengarah ke nafas. Pertanyaannya siapakah yang memperhatikan itu? Karena aktivitas alaminya menyadari, maka yang memperhatikan itu biasa disebut kesadaran. Kesadaran ini mempunyai sifat non dualitas. Arti sederhananya ya tidak mendua, tidak berpasangan. Begitu sajalah biar sederhana.
Di kesadaran yang sifat alaminya menyadari dan mengamati ini hanya ada kebahagiaan, tanpa ada kesedihan. Sebab punya sifat non dualitas, tak berpasangan. Kebahagiaan yang bukan perasaan, sebab dia sendiri mengamati perasaan.
Nah, kabut penghalang dari kebahagiaan murni ini adalah kabut pikiran, perasaan dan ego. Salah tujuan kita menyadari adalah, agar pikiran dan perasaan kita diam, sebab biasanya kalau diperhatikan pikiran kita akan diam. Ketika pikiran dan perasaan diam, maka munculah ketenangan, makin lama pikiran dan perasaan kita diam, makin bening juga batin kita, ketika semua terlihat bening, maka biasanya kita bisa mengetahui keberadaan kebahagiaan murni itu.
Jadi, salah satu tujuan kita sadar setiap saat adalah agar pikiran lebih banyak diam, ketika pikiran diam, maka kita akan tenang, ketika tenang kita makin dalam, maka kita akan mengenali kebahagiaan tertinggi.
No comments:
Post a Comment