Dan Allah menimpakan kemurkaan kepada orang-orang yang tidak mempergunakan akalnya. [Q.S. Yunus:100]
Diberi Allah dua bola mata, tugasnya satu: untuk melihat. Diberi Allah dua daun telinga , tugasnya satu: untuk mendengar. Diberi Allah satu hati, tugasnya satu. Tugas hati untuk apa? Untuk berkekalan pada Allah.
Mengapa ada orang waktu mau mati hatinya bertugas pada anak-istri, harta, kebun, dan lainnya? Mengapa ada orang waktu mati hati bertugas pada yang bukan Tuhan? Susahlah mati orang itu karena asyik dengan makhluk saja. Jangan makhluk itu dijadikan berhala di dalam hati. Jangan dibiasakan hati asyik dengan hal-hal duniawi.
Asyikkanlah hati itu kepada Allah. Untuk membiasakan hati kekal dengan Allah, gunakanlah tafakur hakiki. Cara praktiknya: Rasakanlah dengan rasa betapa Maharuang itu diam dan kita merasakan di dalam Tubuh Maharuang. Rasakan kita di dalam Tubuh Yang Diam itu. Maharuang atau Tubuh Yang Diam itu adalah Tubuh Tuhan.
Inilah yang disebut Zahiru Rabbi wal bathinu abdi. Kita di dalam-Nya. Kita inilah wal bathinu abdi. Kita inilah di dalam Zahiru Rabbi. Kita bertubuh Kosong Maharuang.
Pakailah perasaan. Bawa perasaan tafakur hakiki ini di dalam shalat, bawa perasaan tafakur hakiki ini di dalam keseharian, bawa perasaan tafakur hakiki ini di dalam tidur. Pakailah tafakur hakiki ini.
Kalau kita shalat di Tubuh Maharuang: ADA TUHAN. Bukan dengan dicari-cari, dipikir-pikir, hanya diyakini saja: ADA TUHAN. Perasaan kita hendaklah meyakinkan adanya Tuhan itu. Apabila seseorang dalam shalat dapat merasakan bertubuh Tuhan, nikmatlah senikmat-nikmatnya shalat itu. Jangan mau cari khusyuk tawadhu saja, tetapi tidak dapat merasakan nikmat shalat. Lebih baik kita mempelajari cara untuk mendapatkan nikmat shalat. Karena beribadah shalat itu nikmat. Carilah jalan praktik untuk mendapatkan nikmat shalat itu. Carilah jalan praktik untuk dapat merasakan bertubuhkan Tuhan di dalam shalat.
Hati-hati dengan ulama dhal madhal; ulama yang sesat-menyesatkan. Yaitu ulama yang hanya pandai menyebut "Allah..Allah" saja, tetapi tidak merasakan Allah. Itulah ucapan palsu. Yaitu ulama yang berkata "Ibadah itu nikmat", tetapi tidak pernah merasakan nikmat ibadah. [Bagaimana bisa menerangkan umat cara praktik meraih nikmat itu? -Mux-]. Yaitu ulama yang pandai menjelaskan jenis-jenis nafsu, tetapi tidak pernah sampai menerangkan tentang bahaya laten nafsu Firaun [nafsu ananiyah].
Para alim sufi, ke-aku-an mereka itu bukan menyebut "aku", melainkan merasakan "Aku"-nya Tuhan. Nafsu ananiyah itulah yang menghijab kita dengan Tuhan. Tawadhu itu pada Allah saja. Yang selain Allah itu makhluk. Perlu sadar. Sadar itu iman.
Kalau kita lihat Af`al-Nya, terasa esanya kita dengan Allah. Yang mana Af'al-Nya itu? Yang Diam. Sementara Sifat-Nya itu Yang Kosong; Asma-Nya itu Allah; Zat-Nya yang Meliputi alam Diri-Nya.
Kita sudah Mahaesa dengan Zat-Sifat-Asma-Af`al-Nya. Pergunakan tauhid Dzukiyah. Sebab pikiran/akal tidak bisa merasa. Hanya Rasa yang dapat merasa. Rasa, di dalam rasa ada rasa. Rasa itulah Rahasia. Rahasia yang bisa merasakan Maharuang itulah Tubuh hakiki kita. Praktikkan tauhid dzukiyah agar kita dapat merasakan esanya Tuhan dengan hamba; hamba dengan Tuhan.
-Arifbillah-
No comments:
Post a Comment