Saturday, September 19, 2020

Kumpulan karomah Kyai Amin

Kiai Amin Sepuh

Lahir pada hari Jum’at, tanggal 24 Dzulhijjah 1300 H, bertepatan dengan tahun 1879 M, di Mijahan Plumbon, Cirebon, Jawa Barat. Beliau adalah termasuk ahlul bait, dari silsilah Syech Syarif Hidayatullah.

KH Amin Sepuh
Kiai Amin adalah sosok santri kelana tulen. Kiai Amin semasa kecil belajar ilmu agama kepada ayahnya, yaitu Kiai Irsyad (wafat di Makkah). Kemudian, setelah dirasa cukup menguasai dasar-dasar ilmu agama dan ilmu kanuragan dari sang ayah, beliau dipindahkan ke pesantren Sukasari, Plered, Cirebon di bawah asuhan Kiai Nasuha. Setelah itu beliau pindah ke sebuah pesantren di daerah Jatisari di bawah bimbingan Kiai Hasan.Dan beliau pun terus berkelana ke berbagai tempat untuk menuntut ilmu dari para ulama yang mumpuni.

Beliau juga sempat belajar di Pesantren Kaliwungu Kendal (kakak angkatan KH. Ru’yat), setelah itu ke pesantren Mangkang Semarang. Setelah itu beliau pindah ke sebuah pesantren di daerah Tegal, di bawah asuhan Kiai Ubaidah.Kemudian beliau pindah ke Pesantren Bangkalan Madura, tepatnya beliau belajar kepada Syaikh KH.Cholil.Ketika berada di Bangkalan beliau di bawah bimbingan Kiai Hasyim Asy’ari, yang mana pada waktu itu KH.Hasyim Asy’ari masih tahassus kepada KH.Kholil Bangkalan Madura. Kemudian setelah kepulangan KH.Hasyim Asy’ari ke Pesantren Tebu Ireng Jombang, KH.Amin Sepuh pun bertahassus kepada beliau.

Belum kenyang belajar di Pesantren Tebu Ireng, beliau bertolak ke tanah Arab untuk memperdalam ilmu.Salah satu guru beliau di Makkah adalah Kiai Mahfudz Termas, seorang ulama ternama di Makkah asal Pacitan Jawa Timur.Sebagai seorang santri yang sudah cukup matang, beliau pun mendapat tugas untuk mengajar para santri mukim, yaitu prlajar Indonesia yang tinggal di Makkah.

Kepengasuhan Pondok Pesantren Raudlotut Tholibin, Babakan Ciwaringin

Berdasar amanah dari sang ayah, yaitu Kiai Irsyad (cucu Ki Jatira, pendiri Pesantren Babakan Ciwaringin Cirebon), Kiai Amin diamanatkan untuk menimba ilmu kepada Kiai Ismail bin Nawawi di Pesantren Babakan Ciwaringin Cirebon.

Ketika mesantren di Babakan Ciwaringin, beliau dikenal dengan sebutan Santri Pinter, karena beliau pandai mengaji.Setelah beliau menyelasaikan tahassus, kemudian beliau dinikahkan dengan keponakan Kiai Ismail.

Sehingga sepeninggal Kiai Ismail, pada tahun 1916, pengasuh Pondok Pesantren Babakan Ciwaringin (Cikal bakal Pondok Pesantren Raudlotut Tholibin) diteruskan oleh muridnya, yaitu Kiai Muhammad Amin bin Irsyad, yang lebih dikenal dengan dengan Kiai Amin Sepuh. Gelar itu disematkan kepada beliau, dikarenakan keilmuan dan asal muasal beliau yang sama dengan pendiri Pesantren Babakan, yaitu Kiai Jatira dari Mijahan.

Baca Juga : Pondok Pesantren Islam Al Mukmin Ngruki

Dengan bermodal ilmu pengetahuan yang telah ia peroleh, serta upaya untuk mengikuti perkembangan Islam yang terjadi di Timur Tengah, Kiai Amin Sepuh memegang tampuk pimpinan Pesantren Babakan Ciwaringin, peninggalan nenek moyangnya dengan penuh kesungguhan.

Kiai muda yang masih energik ini, selain mengajar berbagai khazanah kitab kuning, beliau juga memperkaya pengetahuan para santrinya dengan ilmu keislaman modern, tentu dengan tetap mempriotrotaskan kajian ilmu ubudiyah dalam kehidupan sehari-hari.

Perkembangan Pondok Pesantren Raudlotut Tholibin

Pada masa penjajahan, para santri kelana inilah yang menjadi mediator antar pesantren untuk melawan penjajah.Sementara pesantren di manapun berada, pesantren selalu menjadi basis perlawanan yang menakutkan bagi penjajah. Para santri kelana ini menyebarkan informasi dari satu tempat ke tempat yang lain, dan tak jarang pula mereka yang menjadi garda depan dalam melakukan perlawanan terhadap penjajah.

Paska revolusi kemerdekaan, beliau terus mengembangkan Pesantren dengan berbagai aral melintang.Bahkan situasi dahsyat yang pernah dialami adalah ketika Agresi Militer Belanda ke dua, tepatnya pada tahun 1952, Pondok Pesantren Babakan diserang Belanda. Dikarenakan KH. Amin Sepuh sebagai sesepuh Cirebon, merupakan pejuang yang menantang penjajah.Pada saat itu pondok dikepung dan dibakar.Sehingga membuat para santri pulang, sedang para pengasuh beserta keluarga mengungsi.

Baru dua tahun kemudian, tepatnya tahun 1954, Kiai Sanusi, salah satu murid KH. Amin Sepuh, merupakan orang yang pertama kali kembali dari pengungsiannya. Sisa-sisa kitab suci berantakan, dan banyak kiatab karya KH.Amin Sepuh yang habis terbakar.Bangunan telah hancur, tnggal puing-puing, dan menjadi tampak angker.Namun secara bertahap lingkungan pondok mulai dibersihkan.

Kemudian pada tahun 1955,setelah situasi sudah mulai kondusif, KH.Amin Sepuh akhirnya kembali ke Babakan, kemudian diikuti oleh para santri berdatangan dari berbagai pelosok.Semakin hari, santri terus bertambah banyak, dan Pondok Raudhotut Tholibin pun akhirnya tidak dapat menampung para santri, sehingga para santri dititipkan di rumah para ustadz, seperti halnya KH. Hanan dan KH.Sanusi.

Pada perkembangannya, anak cucu beliau turut mendirikan dan mengembangkan Pondok Pesantren.Sehingga Pondok yang awalnya hanya satu, yaitu Pondok Pesantren Raudlotut Tholibin, sekarang telah menjadi banyak.Dan tercacat pada tahun 2012, telah terdapat sekitar 40 Pondok di lingkungan Pesantren Babakan Ciwaringin Cirebon.

Kiai Amin dan Peristiwa 10 November 1945

Diceritakan dalam sebuah majelis, bahwasanya almarhum KH. Abdul Mujib Ridlwan, Putra KH. Ridlwan Abdullah Pencipta lambang NU, mengajukan sebuah pertanyaan, “Kenapa perlawanan rakyat Surabaya itu terjadi 10 November 1945, kenapa tidak sehari atau dua hari sebelumnya, padahal pada saat itu tentara dan rakyat sudah siap?”

Melihat tak satupun hadirin yang dapat menjawab, akhirnya pertanyaan itu dijawab sendiri oleh Kiai Mujib, “Jawabannya adalah saat itu belum diizinkan Hadratus Syaikh KH.Hasyim Asy’ari untuk memulai pertempuran, mengapa tidak diizinkan? Ternyata Kiai Hasyim Asy’ari menunggu kekasih Allah dari Cirebon yang akan datang menjaga langit Surabaya, beliau adalah KH. Abbas Abdul Jamil dari Pesantren Buntet Cirebon dan KH.Amin Sepuh dari Pesantren Babakan Ciwaringin Cirebon.”

KH.Amin Sepuh adalah seorang ulama legendaries dari Cirebon.Selain dikenal sebagai ulama, beliau juga pendekar yang menguasai berbagai ilmu bela diri dan kanuragan.Beliau juga seorang pakar kitab kuning sekaligus jagoan perang.

Sehingga saat mendengar Inggris akan mendarat di Surabaya pada 25 Oktober 1945 dengan misi mengembalikan Indonesia kepada Belanda, maka KH.Amin menggelar rapat bersama para Kiyai di wilayahnya.Menurut penuturan Kiai Fathoni, pertemuan itu dilakukan di daerah Mijahan, Plumbon, Cirebon.Bersama dengan Kiai Amin, Kiai Fathoni menjadi saksi pertemuan yang melibatkan KH. Abbas Abdul Jamil Pesantren Buntet, KH. Anshory (Plered), dan ulama lain. “Namun, saat itu saya masih kecil”, tutur pria yang dipercaya sebagai penerus pengasuhan Pesantren Babakan Ciwaringin Cirebon tersebut.

Pertemuan itu ditindaklanjuti dengan pengiriman anggota laskar ke Surabaya untuk menghadang 6000 pasukan Brigade 49, Divisi 23 yang dipimpin Brigadir Jenderal AWS Mallaby. Tidak ketinggalan, KH.Amin juga ikut berangkat ke Surabaya serta turut mengusahakan pendanaan untuk biaya keberangkatan.Kyai Fathoni mengatakan bahwa untuk pendanaan, beliau menyerahkan 100 gram emas yang terdiri dari kalung, gelang, dan cincin.

Kepahlawanan KH Amin dalam peristiwa 10 November memang cukup legendaris sampai sekarang.Bahkan saat itu ada stasiun radio yang menyiarkan bahwa KH.Amin adalah seorang yang tidak mempan senjata maupun peluru saat bertempur di Surabaya.Bahkan, dia juga dikabarkan tidak mati, meski dilempari bom sebanyak 8 kali.Siaran inilah yang membuat kepulangan KH.Amin ke Cirebon disambut oleh 3000-an orang untuk meminta ijazah kekebalan darinya.Kondisi ini tentu saja membuatnya marah.Sampai-sampai beliau mengatakan bahwa beliau tidak mati karena bomnya meleset, kenang Fathoni saat ayahnya datang dari Surabaya

Estafet Kepengasuhan

Pada masa pengasuhan KH. Amin Sepuh, Pondok Raudlotut Tholibin, Babakan mencapai kemasyhuran dan masa keemasan serta banyak andil dalam mencetak tokoh-tokoh agama yang handal. Hampir semua Kiai Sepuh di wilayah 3 Cirebon adalah muridnya, dan sebagian juga tersebar di berbagai belahan nusantara.Seperti Kang Ayip Muh (Kota Cirebon), KH. Syakur Yasin, KH. Abdullah Abbas (Buntet), KH. Syukron Makmun, KH. Hannan, KH. Sanusi, KH. Machsuni (Kwitang), KH. Hasanuddin (Makassar). Di Babakan sendiri, murid-murid beliau banyak yang mendirikan pesantren, seperti halnya KH. Muhtar, KH. Syaerozi, KH. Amin Halim, KH. Muhlas dan KH. Syarif Hud Yahya.Dan pada saat ini, ribuan alumni telah tersebar di seluruh penjuru tanah air, dengan bermacam profesi dan jabatan di masyarakat maupun lembaga pemerintahan, baik sipil maupun militer.

Artefak pesantren Babakan Ciwaringin (Raudlotut Tholibin) sendiri masih eksis. Sejak KH. Amin sepuh wafat pada tahun 1972, disusul KH.Sanusi yang wafat pada tahun 1974 M, kepengurusan dilanjutkan oleh KH.Fathoni Amin sampai tahun 1986 M.

Setelah KH. Fathoni wafat, kepengurusan pesantren dilanjutkan oleh KH.Fuad Amin (wafat tahun 1997) beserta KH. Bisri Amin (wafat tahun 2000 M). kemudian diteruskan oleh KH. Abdullah Amin (wafat tahun 2008) beserta KH. Drs. Zuhri Afif Amin (wafat pada tahun 2010 M). Setelah KH. Drs. Zuhri Afif Amin wafat, kepengurusan dilanjutkan oleh cucu-cucu KH. Amin Sepuh, paraulama serta masyarakat yang berkompeten untuk kemajuan pesantren.

Kepulangan KH. Amin Sepuh

KH. Amin Sepuh bepulang ke rahmatullah pada hari Selasa, tanggal 16 Rabi’ul Akhir 1392 H,bertepatan dengan tanggal 20 Mei 1972 M. Bangsa ini kembali kehilangan sosok pahlawan tanpa tanda jasa, yang begiru gigih mempertahankan keutuhan bangsa Isdonesia. Semoga Allah menerima segala amal beliau dan menempatkannya di tempat yang mulia, amin.


Diceritakan disebuah majelis, almarhum KH. Abdul Mujib Ridlwan, Putra KH. Ridlwan Abdullah Pencipta lambang NU, mengajukan sebuah pertanyaan, “Kenapa Perlawanan Rakyat Surabaya itu terjadi 10 November 1945, kenapa tidak sehari atau dua hari sebelumnya padahal pada saat itu tentara dan rakyat sudah siap?”

Melihat tak satupun diantara yang hadir dalam majelis itu dapat menjawab, pertanyaan itu dijawab sendiri oleh Kiai Mujib,

“Jawabannya adalah saat itu belum diizinkan Hadratusy Syaikh KH. Hasyim Asy’ari untuk memulai pertempuran, Mengapa tidak diizinkan?

Ternyata hal tersebut lantaran Kiai Hasyim Asy’ari menunggu kekasih Allah dari Cirebon yang akan datang menjaga Langit Surabaya, Beliau Adalah KH. ABBAS ABDUL JAMIL dari pesantren buntet Cirebon dan KH AMIN SEPUH dari Pesantren Babakan Ciwaringin Cirebon.

KH Amin Sepuh adalah seorang ulama legendaris dari Cirebon, selain dikenal sebagai ulama, beliau juga pendekar yang menguasai berbagai ilmu bela diri dan kanuragan, Beliau juga seorang pakar kitab Kuning sekaligus jagoan perang.

Kiyai Amin bin Irsyad, atau yang lebih dikenal dengan sebutan Kiyai Amin Sepuh, lahir pada Hari jum’at 24 Djulhijjah 1300 H, bertepatan dengan tahun 1879 M, di Mijahan Plumbon, Cirebon, Jawa Barat. Beliau adalah AHLUL BAIT, dari silsilah Syech Syarif Hidayatullah. (Baca Siilsilah Bani Amin, KH. Mudakkir)

Kiyai Amin kecil yang belajar kepada ayahnya kiyai Irsyad(wafat di Mekkah) adalah contoh santri kelana tolen, yang berkelana ke berbagai tempat untuk menuntut ilmu dari para ulama yang mumpuni. Setelah dirasa cukup menguasai dasar-dasar ilmu agama dari sang ayah, dan ilmu kanuragan tentunya, beliau dipindahkan kepesantren Sukasari, Plered, Cirebon dibawah asuhan Kiyai Nasuha, setelah itu pindah kesebuah pesantren di daerah Jatisari di bawah bimbingan Kiyai Hasan.

Beliau juga sempat mesantren di Pesantren Kaliwungu Kendal (kakak angkatan KH.Ru’yat), lalu ke Pesantren Mangkang Semarang.

Berikutnya Beliau pindah kesebuah pesantren Jawa Tengah Tepatnya daerah Tegal, yang diasuh oleh Kiyai Ubaidah. Lalu pindah lagi kepesantren yang waktu itu sangat kondang di Jawa Timur, yakni Pesantren Bangkalan Madura, belajar pada Hadratusy Syeh KH. CHOLIL, beliau dibawah asuhan Kiyai Hasyim Asy’ari, pendiri NU (waktu itu KH. Hasyim Asy’ari masih Tahassus/Ustadz pada KH Cholil). Yang kemudian diteruskan di Pesantren Tebuireng Jombang, Beliau takhassus/mengabdi pada KH. Hasyim Asy’ari, karena sama-sama alumni KH. Cholil Bangkalan.

Belum kenyang belajar di Pesantren Tebuireng, Beliau bertolak ke tanah Arab, untuk memperdalam ilmu, dinegeri ini beliau sempat belajar kepada Kiyai Mahfudzh Termas Asal Pacitan, Jawa Timur, Salah seorang ulama nusantara Kesohor di Kota Makkah.

Sebagai santri yang sudah cukup matang, diwaktu senggang beliau banyak ditugasi untuk mengajar para santri Mukim (pelajar Indonesia yang tinggal di Makkah).

Pada Masa penjajahan, para santri Kelana inilah yang menjadi mediator antar pesanteren untuk melawan penjajah. Sementara pesantren dimanapun adanya selalu menjadi basis perlawanan yang menakutkan bagi penjajah, para santri kelana ini menyebarkan informasi dari satu tempat ketempat yang lain dari satu pesantren kepesantren yang lain. tak jarang mereka juga yang memimpin perlawanan.

Berdasar amanah ayahandanya, Kiyai Irsyad, (yang masih cucu dari Ki Jatira / pendiri Pesarean Babakan Ciwaringin Cirebon, dari pihak ibu), Kiyai Amin agar belajar di Pondok Pesantren Babakan Ciwaringin pada Kiyai Ismail bin Nawawi yang juga masih keturunan Kiai Jatira (pendiri Pesarean Babakan Ciwaringin Cirebon). Berarti Kiai Amin Sepuh dan Kiai Jatira sama-sama dari Mijahan, Plumbon, Cirebon dan masih berhubungan cicit.

Ketika mesantren di Babakan ciwaringin Beliau dikenal dengan sebutan Santri Pinter, karena beliau pandai mengaji.Beliau kemudian takhassus /Pengabdian di pesantren ini lalu dinikahkan dengan keponakan dari Kiyai Ismail.

Setelah Kiyai Ismail wafat, tepatnya tahun 1916, pengasuh Pondok Pesantren Babakan Ciwaringin diteruskan oleh muridnya yang menjadi menantu keponakannya yakni Kiyai Muhammad Amin bin Irsyad, yang lebih dikenal Kiyai Amin Sepuh karena keilmuannya dan berasal dari tempat yang sama dengan leluhur dan moyangnya, Kiyai Jatira, dari Mijahan.

Bermodal ilmu pengetahuan yang telah ia peroleh serta upaya mengikuti perkembangan islam yang terjadi di timur tengah pada umumnya mulailah Kiyai AMIN SEPUH memegang tampuk pimpinan Pesantren Babakan Ciwaringin, peninggalan nenek moyangnya itu, dengan penuh kesungguhan.

Kiyai Muda Energik ini, selain mengajarkan berbagai Khazanah kitab kuning juga memperkaya pengetahuan para santrinya dengan ilmu keislaman modrn yang mulai berkembang saat itu. Meski demikian, Seperti halnya pada kebanyakan pesantren, ilmu fiqih tetap menjadi kajian yang sangat diprioritaskan, sebab ilmu ini menyangkut tata kehidupan sehari-hari masyarakat dan individu, dengan sikafnya itu Kiai Amin semakin dikenal diseluruh Jawa sebagai seorang ulama yang sangat alim dan berpemikiran Progresif.

Pasca Revolusi Kemerdekaan beliau terus mengembangkan Pesantren dengan berbagai aral melintang. Bahkan yang dahsyat adalah ketika Agresi Belanda II, tepatnya tahun 1952 Pondok Pesantren diserang Belanda. Dikarenakan KH. Amin Sepuh sebagai sesepuh cirebon merupakan pejuang yang menentang penjajah. Pondok dibakar dan dikepung. Para santri pergi dan para Pengasuh beserta keluarga mengungsi.

Dua tahun kemudian, tahun 1954, Kiyai Sanusi yang masih salah satu murid KH. Amin Sepuh adalah orang yang pertama kali datang dari pengungsiannya. Sisa-sisa kitab suci berantakan, termasuk kitab-kitab karya KH. Amin Sepuh, habis dibakar, bangunan hancur dan nampak angker. Semua itu secara bertahap dibereskan lagi.

Tahun 1955 KH. Amin Sepuh kembali ke Babakan, kemudian para santri banyak berdatangan dari berbagai pelosok. KH. Amin sepuh yang menjadi pengasuh Pondok Gede kembali memberikan pelajaran-pelajaran agama kepada para santrinya. Santri Beliau yang makin lama makin meluap. Pondok Raudhotut Tolhibin tidak dapat menampung para santri. Hingga santrinya dititipkan dirumah-rumah ustadznya seperti KH. Hanan, dirumah KH. Sanusi, dsb. hingga kelak anak cucunya membentuk dan mengembangkan pesantren-pesantren seperti sekarang ini. Sehingga Pondok yang awalnya hanya satu (Ponpes Raudlotut Tholibin) sekarang menjadi banyak. Alhamdulillah, tahun 2012 terdapat sekitar 40 Pondok di lingkungan Pesantren Babakan Ciwaringin Cirebon.

Pada masa pengasuhan KH. Amin Sepuh, Pondok Gede Babakan mencapai kemasyhuran dan masa keemasan serta banyak andil dalam mencetak tokoh-tokoh agama yang handal, hampir semua Kiyai sepuh di wil 3 Cirebon bahkan menyebar ke pelosok Indonesia adalah muridnya, sebut saja Kang Ayip Muh (kota Cirebon), KH. Syakur Yassin, KH. Abdullah Abbas (Buntet), KH Syukron Makmun, KH. Hannan, KH Sanusi, KH.Machsuni (Kwitang), KH Hassanudin (Makassar), di Babakan sendiri muridnya mendirikan pesantren seperti : KH. Muhtar, KH Syaerozi, KH. Amin Halim, KH. Muhlas, KH Syarif Hud Yahya..dll.

Bahkan ribuan Mutakharrijin/alumni telah tersebar diseluruh penjuru tanah air, dengan bermacam profesi dan jabatan di masyarakat maupun lembaga pemerintahan, baik sipil maupun militer, dari mulai Kepala Kantor Kementrian Agama Kota/Kabupaten sampai Kepala Kantor wilayah Kemenag Propinsi, dari Dekan, Direktur Pasca Srjana sampai rektor Perguruan Tinggi, dari Kapolres sampai Kapolda, dari Camat sampai Gubernur dan ribuan pula yang telah menjadi pemimpin dimasyarakat dan Pengasuh Pondok Pesantren (Mama Tua, Karya Muhammad Mudzakkir)

Untuk artefak pesantren Babakan Ciwaringin (Raudhotut Tholibin) sendiri masih eksis, sejak KH. Amien Sepuh wafat pada tahun pada tahun 1972 dan KH. Sanusi wafat pada tahun M.1974 M, dan kepengurusan dilanjutkan oleh KH. Fathoni Amin sampai tahun 1986 M.

Setelah wafatnya KH. Fathoni Amin kepengurusan pesantren dilanjutkan oleh KH. Bisri Amin ( wafat tahun 2000 M.) beserta KH. Fuad Amin ( wafat tahun 1997 M.) dan KH. Abdullah Amin ( wafat tahun 1999 M.) serta KH. Amrin Hanan ( wafat tahun 2004 M.) dan KH. Azhari Amin (wafat tahun 2008 ) KH. Drs. Zuhri Afif Amin wafat pada tahun 2010. setelah wafatnya KH. Drs Zuhri Afif Amin, kepengurusan dilanjukan oleh cucu-cucu KH. Amin Sepuh dan Ulama serta masyarakat yang berkompeten untuk kemajuan pesantren. Bahkan bukan pendidikan agama saja yang mereka terapkan, pendidikan umumpun mereka terapkan terhadap para santrinya. Dengan harapan, para santrinya dapat memenuhi semua kewajibannya, baik kewajiban dunia maupun akhirat, serta menyelaraskannya beriringan dan seimbang.

No comments:

Post a Comment